Egois
Ketika aku mulai senang dengan cahaya mentari yang menghangatkan pagiku, tiba-tiba hujan datang dengan bulir-bulir air yang mencoba mengecupi kulitku. Lalu aku meragu, harus tetap mencintai terik atau diam-diam menanti hujan yang membuat rindu.
Aku memang suka dengan terang itu, walau kadang aku tak ingin tersengat panasnya. Seperti orang munafik aku mengelu-elukan dia, tapi dalam hati aku tak pernah benar-benar yakin padanya. Seperti air yang dimainkan dedaunan talas, aku terombang-ambing mengikuti perasaanku yang semakin bergejolak.
Surya menjanjikanku kehangatan yang mungkin abadi, namun hujan terasa semakin menggairahkan penuh misteri. Tak bisakah selamanya terang dan hujan hadir bersamaan? Aku ingin merasakan kecupan hujan tanpa harus kehilangan hangat sang mentari. Inikah yang orang sebut 'keakuan'?
0 comments