When the Idol and the Fan Grow Up [Super Short Fiction]
by
Fortunita
- September 16, 2013
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Dedicated to my friend who is KAI biased :)
Jika saat ini seseorang melihatku, mungkin ia sudah mengira aku gila. Sedari tadi aku tersenyum di depan laptopku sambil memandangi gambar-gambar yang tersimpan dalam sebuah folder khusus yang kuberi nama “EXO – KAI”. Aku tidak pernah menghitung berapa jumlah gambar dalam folder tersebut, yang jelas gambar itu cukup membuat memori laptopku berkurang. Bagaimana tidak, aku adalah salah satu penggemar berat EXO, dan Kai adalah member yang paling kusukai. Tak heran jika laptopku ini dipenuhi segala hal tentangnya, mulai dari gambar, video, bahkan cerita fiksi yang kubuat tentangnya.
Begitu sukanya aku dengan lelaki berkulit gelap itu sampai-sampai aku merasa seolah dia adalah lelaki biasa yang bisa kucintai dan kumiliki. Bahkan satu berita tentang cidera pinggang yang dialami oleh member bernama asli Kim Jongin itu bisa membuatku khawatir setengah mati. Sebutlah aku ini penggemar fanatik, namun aku bukan tipe penggemar sasaeng yang akan melakukan segala cara demi bertemu dan menjadi dekat dengan idolanya.
Aku hampir tertawa keras-keras namun aku menahannya ketika melihat gambar Kai sedang berpura-pura kesakitan dengan menaruh kaki kanannya di bawah sebuah gulungan besar berdiameter sekitar 2 meter. Selain hari sudah larut, alasan lain aku menahan tawaku adalah rasa sadar bahwa aku sudah tak cukup muda lagi untuk bersikap seperti ini. Tapi dalam hatiku aku masih seorang penggemar berat mereka. Ya, status ini mungkin akan melekat sampai aku tua.
Setelah puas melihat gambar, aku beralih ke folder lain yang berisi ratusan video tentang EXO. Aku ingat benar bagaimana aku dan teman-temanku sesama penggemar saling berbagi video perjalanan mereka sejak sebelum debut hingga masa-masa kejayaan mereka dimana mereka berhasil memenangkan peringkat pertama di berbagai acara musik. Dengan acak aku memilih satu dan mulai memutarnya. Setelah selesai, aku memilih beberapa video lain untuk kulihat ulang.
Ketika aku sedang asyik melihat video-video tersebut, aku merasakan sebuah cairan hangat mengalir ke pipiku. Aku menangis. Aku benar-benar merindukan mereka. Waktu berlalu begitu cepat hingga akhirnya EXO dan aku harus menua, dan baik mereka maupun aku telah memiliki kesibukan yang berbeda setelah kami makin dewasa. Sekarang aku tak punya banyak waktu luang untuk mencari setiap info terbaru atau menyimpan setiap foto mereka seperti yang kulakukan dulu. Delapan tahun berlalu, dan ajaibnya rasa sukaku terhadap mereka tak sedikitpun memudar.
“Ehem. .Rupanya kau masih suka melihat itu semua?“
Suara berat seorang lelaki yang kukenal terdengar dari balik punggungku, membuat aku kikuk dan buru-buru menutup laptopku.
“A-a-aku hanya. .aku hanya. .” bahkan aku terlalu kikuk dan malu untuk menjawabnya.
“Aiishh, kau ini. Harus berapa kali harus kubilang untuk tidak melihat lagi hal-hal yang berhubungan dengan EXO?“
“Cha-chagi. .tapi. .“
“Nyonya Kim, apa aku harus menari sambil menyanyikan ‘Baby Don’t Cry‘ di depanmu agar kau berhenti melakukan semua ini?”
Lelaki itu memperagakan sedikit gerakan dan bersenandung lirih menyanyikan lagu favoritku tersebut. Aku hanya bisa tertawa geli melihat tingkahnya.
“Yaa! Hentikan! Kau sudah tak pantas lagi melakukan gerakan itu.“
“Nah, aku senang bisa melihatmu tersenyum begini. Jangan pernah menangis lagi hanya karena EXO, Chagiya. Apakah kehadiranku selama ini tidak cukup bagimu?“
Kata-kata suamiku benar-benar menghantam jantungku keras-keras, membuatku sadar aku bersikap terlalu berlebihan.
“Yaa! Bukan maksudku seperti itu, Jonginnie! Aku hanya merindukan masa-masa itu. Aku tidak menyangka bahwa pada akhirnya aku akan menikahi idolku sendiri. Terkadang aku hanya merasa tidak pantas untuk menjalani hidupku bersama lelaki spesial sepertimu,“ aku berkata-kata dengan mata yang berkaca-kaca memandanginya tak percaya. Dua tahun berumah tangga dengannya masih membuatku heran dengan takdir aneh yang menyatukan kami.
“Itulah akibatnya kalau kau terlalu sering melihat lagi kumpulan foto dan video EXO mu. Tiap kali kau membukanya, kau pasti bersedih dan mulai menyalahkan dirimu sendiri. Pantas saja kesan pertama yang kau berikan padaku empat tahun lalu tak begitu bagus. Kau kelihatan seperti noona fan yang menyebalkan.“
Kata-katanya kali ini membuat raut mukaku berubah menjadi seperti ini: -____________________- Aku ingin marah padanya tapi aku tidak bisa.
“Kalau aku memang noona yang menyebalkan, kenapa kau menatapku terus di acara fansign waktu itu? Kenapa kau tiba-tiba menarikku ke panggung untuk bernyanyi bersama kalian? Kenapa juga dengan genitnya kau mencium pipiku di depan jutaan fans tanpa peduli betapa irinya mereka padaku? Kalau aku menyebalkan, kenapa kau memilihku menjadi teman hidupmu?“
“Yaa! Pertanyaanmu terlalu banyak, Chagi! Aku tidak mau menjawabnya. Aku sudah lupa bagaimana seorang Park Queen Lee yang jelek itu mencuri perhatianku dan hatiku. Yang jelas dia sudah membuatku mengambil keputusan paling benar dengan mengambilnya sebagai istriku, meskipun dia masih menyebalkan sih. .“
Aku memukul lengannya keras-keras dengan kedua tanganku, begitu gemas hingga aku ingin terus memukulnya bertubi-tubi.
“Jonginnie! Awas kau ya! Jahat! Kalau tahu kau ternyata lebih menyebalkan seperti ini aku tidak akan mau jadi istrimu! Harusnya aku jadi antifan-mu sajaaaaa!!“
Pukulanku dihentikan Kai dengan kedua tangannya yang kekar. Ia mendekatkan wajahnya ke wajahku begitu dekat. Meskipun ia sudah sering melakukan hal ini, tapi aku tetap gugup. Jantungku berdebar sangat kencang ketika berhadapan dengan wajahnya yang masih setampan dulu.
“Yakin kau tidak mau menjadi istriku, Chagi?“
Aku tidak mau menjawabnya. Aku menahan diri untuk tidak berteriak dan tertawa mendengar pertanyaan konyolnya itu, jadi aku memejamkan kedua mataku.
“Kalau kau tidak menjawabnya, aku akan menciummu.“
Aku tetap diam, menunggunya menciumku. Tapi detik-detik berikutnya tidak terjadi apa-apa. Aku membuka mataku dan menemukan wajah Kai yang sangat lucu karena menahan tawa dengan mengatupkan bibirnya lekat-lekat. Aku mendorongnya menjauh. Ia tertawa cekikikan dengan kedua tangan memegang perutnya. Ia tertawa terpingkal-pingkal tanpa suara.
“Hahahah, aku tahu kau tidak akan menjawabnya karena kau ingin aku cium, kan, Chagi?“
“Tidak. Huh,“ aku berpura-pura kesal. Namun tiba-tiba kurasakan tubuhku terangkat. Kai membopongku ke kamar tidur kami yang terletak tepat di sebelah ruang kerja.
“Jonginnie! Turunkan akuuu. Aku sedang marah pada. .“
Telapak tangannya yang besar membungkam mulutku. Ia merebahkanku di tempat tidur kami yang nyaman lalu ikut merebahkan tubuhnya di sampingku.
“Pelankan suaramu, Chagi, jangan berteriak-teriak seperti itu. Aku tahu kau tidak akan bisa marah padaku, hehe.“
“Iiishh! Lalu mentang-mentang aku tidak bisa marah lalu kamu bisa meledekku seperti itu? Menyebalkan? Jelek??“
Tangannya kembali membungkam mulutku.
“Sssstt, sudah kubilang pelankan suaramu, Chagi. Nanti Jonginnie Junior bisa terbangun gara-gara mendengarmu. Iyaaa, mianhae. Kau perempuan termanis dan terbaik yang pernah kutemui,“ lalu ia mengecup bibirku lembut.
Aku balik menciumnya, lebih lama.
“Gomawo. Kau juga lelaki tertampan dan terbaik yang pernah kutemui. Kau akan selalu menjadi PeterPanku.“
Kai tersenyum manis mendengar perkataanku, “Aku bukan PeterPan, tauuuu. Aku bukan lagi mimpimu. Aku tidak ada di dunia khayalanmu. Aku ada disini, di dunia nyata, di sampingmu, untuk menghabiskan sisa hidupku denganmu. Jadi, bagaimana kalau kau memanggilku ‘suamiku‘? Selama dua tahun ini kau tidak pernah memanggilku begitu.“
“Iya, suamiku. Terimakasih,“ aku membalas senyumannya diikuti dengan satu kecupan yang ia daratkan di keningku.
Sejak malam itu, aku tidak lagi khawatir jika waktu akan cepat berlalu. Karena aku tahu hari-hari berikutnya masih akan indah dengan Kai, idol yang kini menjadi suamiku, bersamaku.
--END--