Sedari dulu, aku suka dengan laki-laki yang pintar. Tentu dengan embel-embel ganteng, dan badan yang atletis. Tapi, sepanjang perjalanan kehidupan sampai usia 22, belum pernah aku temukan laki-laki yang mempunyai ketiga kriteria tersebut secara bersamaan dalam dirinya.
.
Jika ia pintar, biasanya ia tidak ganteng, atau tidak atletis. Tapi jika tubuhnya atletis, atau ganteng, terkadang otaknya tak terlalu encer.
.
Suatu waktu di usia 23 aku bertemu dengan laki-laki yang kala itu punya ketiganya. Tak disangka, dua tahun berikutnya dia sudah ada di setiap bangun pagi dan tidur malamku. Meskipun kini tubuh atletisnya kian hari kian tertutup lemak, kegantengannya menurun sekian persen, tapi tidak dengan kepintarannya.
.
Kuakui, dia jauh lebih pintar dari yang pernah kubayangkan.
.
Karena kepintarannya, ia menjadi lawan paling tangguh di setiap permainan yang kami mainkan bersama. Mulai dari permainan teka teki, puzzle, arcade, bahkan Piano Tiles, semuanya telah dilibas demi mengungguli nilai tertinggi yang kuraih (bahkan ketika orang lain belum bisa mengungguli nilai itu). Ia tidak akan berhenti sebelum mencapai level akhir.
.
Jika aku tak tahu akan sesuatu, aku hanya perlu menanyakannya kepadanya, dan ia akan memberikan jawabannya. Namun tidak jika kau tanyakan lagu-lagu terbaru padanya, karena itu adalah hal terakhir yang akan ia cari tahu.
.
Sering pula ia menggodaku ketika aku lebih tahu gosip terbaru ketimbang jawaban atas pertanyaanku yang seharusnya mudah, "Katanya pinteeer, langganan juara sekolah, masa pertanyaan gitu aja gak tahu?".
.
Kalau sudah begitu, ujung-ujungnya akan kujawab seperti ini: "Iyaa, iyaa, memang kamu lebih pinter. Pinter bangeeeet. Terutama dalam hal memilih istri."
.
Disusul dengan penyangkalannya, "Ooo, tidak bisa. Kalau soal memilih suami, kamu tetap jauh lebih pintar."
.
"Enggak laaaah..Papa yang pintar kok," aku bersikukuh.
.
"Gak bisa gituuu"
.
Yasudah, terus saja begitu sampai capek.
.
@30haribercerita #30haribercerita #30hbc #30hbc1904